Sabtu, 09 Januari 2010

Ijazah MDTA Jadi Berdebatan

RENCANA panitia khusus (pansus) D DPRD menerapkan ijazah Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA) untuk persyaratan masuk sekolah formal menjadi perdebatan. Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) menilai dewan perlu mengkaji kembali kausul tersebut. Disdikpora menganggap persyaratan itu sulit diterapkan.

Kepala Seksi Kurikulum Pendidikan Dasar Disdikpora, Aep Durohman, dalam rapat gabungan komisi bersama anggota dewan di ruang paripurna DPRD, menyebutkan, pihaknya sangat mendukung langkah dewan untuk membahas raperda tentang wajib belajar MDTA. Hanya saja, ada dua poin yang harus dikaji kembali dalam raperda itu yakni soal syarat ijazah dan kelembagaan madrasah.

Dijelaskannya, siswa sekolah dasar di Kabupaten Purwakarta terdapat sekitar 16 ribu siswa. “Bayangkan dengan jumlah sebanyak itu, apa mungkin jumlah lembaga madrasah yang ada bisa mengkaper siswa sebanyak itu. Kemudian, bukan saya ingin mengaitkan dengan ras atau agama, tapi dalam menerapkan kewajiban raperda itu bisa membuat menimbulkan kecemburuan,” lanjutnya.

Karena, penerapan raperda itu lebih cenderung bagi siswa yang beragama muslim. Sedangkan, siswa yang beragama non muslim tidak bisa diterapkan aturan itu. Dengan begitu, dewan harus mengkaji lagi tentang dua hal itu. Lantaran jika dipaksakan, khawatir akan bertentangan dengan aturan tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas).

Atas dasar itu, rapat gabungan komisi akhirnya belum menemukan titik temu dalam pembahasan reperda tentang wajib belajar MDTA itu. Ketua Pansus D DPRD Purwakarta, Neng Supartini SAg, menyeburkan penyusunan raperda itu masih dalam tahap pembahasan. Sehingga, pihaknya membutuhkan saran dan pendapat dari para anggota dewan dalam merampungkan reperda itu.

Salah satu bahan kajian pansus D, diantaranya soal penerapan sanksi. Anggota Komisi II DPRD Purwakarta, Asep Amidin, berpendapat, penerapan sanksi sesuai draf reperda tentang wajib belajar MDTA itu dinilai sulit diterapkan. Di sana tertuang kalimat sanksi yang diberikan berupa kurungan atau denda minimal sebesar Rp1 juta.

Menurutnya, sanksi yang tepat lebih kepada saksi mendidik. Seperti halnya setiap pelanggar diharuskan membersihkan sampah. Ketua Komisi I DPRD, H Komarudin menambahi pendapatan tersebut. Ia menganggap sanksi tidak bisa diterapkan kepada siswa yang melanggar. Pasalnya, anak siswa itu usianya masih dibawah umur.***

Tidak ada komentar: